Selasa, 07 Januari 2014

Clinical Governance



A.      Latar Belakang
Era globalisasi bidang kesehatan yang menitikberatkan akan ‘mutu’. Istilah dan definisi ‘mutu’ mempunyai arti/makna dan perspektif yang berbeda bagi setiap individu tergantung dari sudut pandang masing masing. Untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan structure, process dan outcome pada awal tahun 80an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk standar, kriteria dan indikator. Selang beberapa tahun kemudian Maxwell mengembangkan six dimensions of quality. Tehnik Donabedian dan Maxwell ini lebih menitikberatkan tentang hal membuat standar dan penilaiannya (akreditasi) yang merupakan 2 dari 3 komponen quality assurance. Komponen ke tiga (continuous quality improvement) tidak berkembang, sehingga akibatnya meskipun suatu organisasi pelayanan kesehatan tersebut telah mendapat akreditasi akan tetapi ‘mutu’nya tetap tidak bergeming dan tidak meningkat. Apa yang yang salah?
Salah satu upaya menjamin mutu pelayanan kesehatan adalah dengan konsep clinical governance yang diperkenalkan Departemen Kesehatan Inggris (UK National Health Service/NHS) pada tahun 1997 sebagai strategi baru untuk mencapai "First Class Service". Tujuannya, untuk menjaga agar pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan tinggi, dan dilakukan di lingkungan kerja dengan tingkat profesionalisme tinggi.
Clinical governance dapat diartikan sebagai sebuah kerangka dari NHS yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pelayanan secara berkelanjutan, dan menjaga standar pelayanan yang tinggi dengan mebuat lingkungan di mana pelayanan klinis akan berkembang. Secara implisit, clinical governance akan meningkatkan derajat kesehatan melalui upaya klinik maksimal dan biaya paling efektif.











BAB 1
PEMBAHASAN


A.       Pengertian Clinical Governance

Clinical governance suatu kerangka kerja organisasi yang akuntabel untuk meningkatkan kualitas layanan dan menerapkan standar tinggi layanan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan layanan klinis. (NHS-UK Department of Health, 1998)
Clinical governance yang baik dinilai tanggung jawabnya/akuntabilitasnya berdasarkan kinerja klinis bukan kinerja yang lain karena ini adalah setting rumah sakit. Kalo dinilai dari kecepatan pasien mendapat layanan misalnya, info ini belum mencakup hal-hal klinis sehingga memaksa RS untuk akuntabel untuk mencapai high standar of health care.


Tujuan Clinical Governance

-           
-          Untuk menjamin akses yang memadai dan high quality
-          The best care untuk semua pasien
-          Melindungi pasien dari risiko yang tidak diharapkan

Implementasi Clinical Governance

-          Standar kualitas nasional dalam layanan kesehatan: clinical guidelines berdasar EBM
-          Mekanisme layanan klinis dengan standar keamanan tinggi
-          Sistem efektif dalam monitoring implementasi (indikator klinis, sistem penilaian kinerja)

Empat Pilar Utama Clinical Governance

Clinical governance memiliki setidaknya 4 pilar utama, yaitu: fokus kepada pasien, manajemen kinerja dan evaluasi klinik, manajemen resiko dan pengelolaan & peningkatan profesionalitas (Western Australian Clinical Governance Guidelines, 2005)
Pilar 1. Nilai pelanggan
Pilar ini bertujuan melibatkan pelanggan dan masyarkat dalam:
- Memelihara dan meningkatkankinerja
- Perencanaan ke depan untuk perbaikan pelayanan rumahsakit
Contoh: melalui survey pelanggan baik, pelanggan interntal (pasien itu sendiir) maupun external (dokter, perawat, dll). kartu jamkesmas, apa yang diharapkan peserta? Ukurannya yang mudah dibawa, supaya tidak setiap kali ditanya, sudah ada chipnya, sehingga memudahkan pasien dan dokter.
Upaya yang dilakukan meliputi:
o Kepentingan pasien
Manajemen complain, survey kebutuhan dan kepuasan pelanggan, ketersediaan informasi yang mudah diakses masayrakat/ pasien/ keluarga, dan keterlibatan pelanggan dalam pengambilan keputusan klinis
o Kepentingan rumah sakit:
Keterlibatan pelanggan dalam merencanakan pengembangan pelayanan rumah sakit ke depan.
Pilar 2. Kinerja klniis dan evaluasi
Bertujuan untuk menjamin pengenalan yang progresif, penggunaan, monitoring dan evaluasi standar yang berbasis evidens. Budaya untuk melakukan audit klinis dan penliaian kinerja klinis pada tiap-tiap unit pelaynana klinis.
Untuk dapat melakukan audit klinis dan penilaian kinerja klinis perlu disusun:
- Standar pelayanan klinis
- Audit klinis
- Indkator klinis
Pilar 3. Risiko Klinis
Pilar ini bertujuan untuk meminimalkan risiko dan meningkatn keselamatan pasien
Aspek manajemen risiko klinis meliputi:
- Monitoring dan analisis kecenderungan terjadinya KTD dan insidens
- Analisis profil risiko: analisis terhadappotensi terjadinya risiko klinis
- Manajemen terhadap insidens dan KTD (Kejadian tidak diharapkan)
Kejadian tidak diharapkan (KTD) = Adverse Event.
Kejadian nyaris cedera (KNC) = Near miss
Risk cost analysis (RCA)

Pilar 4. Manajemen dan pengembangan professional
Pilar ini bertujuan untuk mendukung dan mendokumentasi pengembangan profesionalisme pelaynaan klinis danmemeliharan diterapkannya standar profesi/
Inovasi klinis dimonitor dan dikendalikan.
Standar Clinical Governance

Standar 1. Akuntabilitas Pelayanan Klinik: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh tanggung jawab RS dari tingkat organisasi hingga individu dalam menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
Standar 2. Kebijakan dan Strategi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah terintegrasi dalam proses RS.
Standar 3. Struktur Organisasi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah terintegrasi dalam struktur organisasi RS.
Standar 5. Komunikasi: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan klinik telah disosialisasikan kepada seluruh staf RS dan juga kepada stakeholders dan pasien/keluarga?.
Standar 6. Pengembangan dan Pelatihan: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana para staf, manajer dan klinisi disediakan informasi, referensi dan pelatihan untuk mendukung mereka menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
Standar 7. Pengukuran Efektifitas: Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana indikator kinerja kunci telah dikembangkan dan digunakan untuk setiap level organisasi RS untuk menilai dan menunjukan efektifitas dari penerapan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.

Indikator Kinerja

Organization performance merupakan proses yang dijalankan dan hasil yang didapat oleh organisasi dalam melakukan layanan kepada pelanggan (Fitzpatrick, 1994). Standar dan indikator tersebut meliputi :
·         Standar kinerja: tingkatan yang diharapkan dari suatu kinerja
·         Indikator kinerja : indikator untuk mengukur pencapaian tingkatan kinerja
·         Indikator dapat diperoleh dari kriteria struktur, proses dan outcome

Tujuan mengukur indikator kinerja adalah untuk mengetahui :
·         Keamanan
·         Tanda adanya masalah
·         Menilai apakah proses sesuai standar
·         Menilai keberhasilan
·         Agar tidak melanggar aturan
·         Mencari peluang perbaikan
·         Menilai apa dampak dari suatu intervensi
·         Untuk membandingkan (benchmarking)
Tiap-tiap indikator mempunyai tujuan untuk menganti intuisi menjadi fakta

Indikator Klinis

Indikator klinis adalah suatu pengukuran yang mengukur layanan klinis sebagai tanda potensial adanya masalah dan kemungkinan peningkatan jasa layanan klinis dengan membandingkan indikator-indikator klinis. Banyak indikator klinis yang telah diterbitkan seperti : AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality), WHO-PATH (Performance Assessment Tool for quality improvement in Hospital), ACHS (Australian Council on Healthcare Standards), Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Depkes Indonesia, dsb.

Macam Indikator Klinis

1.   Sentinnel event indikators
       Suatu kejadian atau fenomena yang istimewa, biasanya merupakan kejadian yang tidak dikehendaki dan jarang terjadi, sehingga memicu penyelidikan lebih lanjut. Contoh: kematian ibu, bayi/anak terjatuh dari bed, infeksi nosokomial, operasi salah sisi
2.    Rate-based indikator: Proportion atau Rate
                 Berbeda dengan sentinel event, rate-based indikator menunjukkan proses atau outcome suatu kejadian yang sering terjadi. Contoh: prosentase pasien yang melahirkan dengan SC dari total persalinan, prosentase pasien rawat inap dengan dekubitus dari total pasien yang dirawat inap >5 hari, prosentase bayi lahir hidup dengan berat lahir <2500 gr dari seluruh kelahiran hidup, prosentase ibu bersalin yang kembali dirawat inap 14 hari setelah persalinan dari seluruh persalinan dsb.

Pemilihan Indikator Klinis

•    Prioritas tinggi
•    Sederhana
•    Mulai dengan sedikit indikator
•    Data tersedia
•    Ditingkatkan secara bertahap
•    Dampak terhadap pengguna dan pelayanan
•    Mengukur berbagai dimensi mutu

Tingkatan Indikator Klinis

-          Tingkat RS -> infeksi nosokomial, dekubitus, penggunaan antibiotic, dehisensi, readmisi
-          Tingkat pelayanan -> SC dari total pelayanan, kelengkapan imunisasi pada bayi yang diperiksakan ke unit pediatric, breast-feeding at discharge.

Tujuan Indikator Klinis

Indikator kinerja klinis -> ditetapkan, diukur, dianalisis -> memperbaiki kinerja klinis institusi pelayanan kesehatan.Untuk memimplementasikan kerangka tersebut, NHS menggarisbawahi tiga aspek penting di di dalam clinical governance, antara lain :
  1. Kualitas berstandar nasional, berlaku bagi seluruh organisasi kesehatan (rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi) di dalam memberikan pelayanan. Standar dan garis pedomanan (guidelines) yang dipakai berdasarkan dari evidence-based medicine dan disosialisasikan melalui badan pemerintah pada tingkat nasional.
  2. Mekanisme untuk menjaga standar pelayanan yang tinggi, seperti memastikan life-long learning dan regulasi profesi yang sesusai supaya menciptakan sebuah atmosfer yang kondusif dalam peningkatan pelayanan medis.
  3. Sistem yang efektif untuk memantau implementasi kerangka tersebut, seperti tolak ukur dari indikator klinis dan penilaian kerja sistem
Merujuk kepada kerangka clinical governance di atas, setiap organisasi kesehatan harus mengadakan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Dalam perspektif ini, evaluasi pertanggungjawaban (accountability) terutama dianalisis melalui penilaian kerja (clinical perfomance). Ada beberapa pendekatan yang berbeda di dalam mengevaluasi penilaian kerja, seperti clinical audit, clinical indicators, verbal autopsy, facility-based review dan confidential enquiries.
Clinical audit bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien dan hasil klinis(clinical outcome) melalui tinjuan secara berkelompok (peer-led review) terhadapap evidence-based standard dan memimplementasikan perubahan jika dibutuhkan. Clinical audit mempunyai dua prinsip utama, yaitu:
  • Komitmen untuk lebih baik
  • Penerimaan konsep praktek terbaik atau evidence-based practice oleh para dokter.

National Institute of Clinical Excellence Inggris (NICE, 2002) mendefiniskan lima tahap di dalam melakukan clinical audit:
  1. Tahap 1 : Mempersiapkan untuk audit
  2. Tahap 2 : Memilih kriteria
  3. Tahap 3 : Melakukan penilaian
  4. Tahap 4 : Melakukan perubahan
  5. Tahap 5 : Menjaga peningkatan (sustaining improvement)
Akhir kata, clinical governance harus dikembangkan sebagai kebutuhan, bukan kewajiban. Selain untuk melindungi pasien dari tindakan medik yang bisa merugikan, juga untuk menjaga agar dokter dan petugas kesehatan bersikap profesional, selalu mengup-date ilmu dan kemampuan klinik, dan punya perencanaan kinerja memadai.
Tujuan
Menjamin bahwa pasien memperoleh the best quality of clnical care.
Semua ini haru sberdasarkan patient focus dengna 4 pilar clinical governance:
1. Consumer value
2. Clinical performance & evaluation
3. Clinical risk
4. Profesional development and management
Dengan clinical governance diharapkan dapat menjadi clinical effectiveness (6 elemen clinical effectiveness):
1. Cost effectiveness
2. Critical appraisal
3. Clinical guidelines
4. Evidence based practice                                                  
5. Integrated pathway
6. Good practice idea and innovation