A. Latar Belakang
Era globalisasi bidang kesehatan
yang menitikberatkan akan ‘mutu’. Istilah dan definisi ‘mutu’ mempunyai
arti/makna dan perspektif yang berbeda bagi setiap individu tergantung dari
sudut pandang masing masing. Untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan structure,
process dan outcome pada awal tahun 80an memperkenalkan tentang
cara penilaian untuk standar, kriteria dan indikator. Selang beberapa tahun
kemudian Maxwell mengembangkan six dimensions of quality. Tehnik
Donabedian dan Maxwell ini lebih menitikberatkan tentang hal membuat standar
dan penilaiannya (akreditasi) yang merupakan 2 dari 3 komponen quality
assurance. Komponen ke tiga (continuous quality improvement) tidak
berkembang, sehingga akibatnya meskipun suatu organisasi pelayanan kesehatan
tersebut telah mendapat akreditasi akan tetapi ‘mutu’nya tetap tidak bergeming
dan tidak meningkat. Apa yang yang salah?
Salah satu upaya menjamin mutu
pelayanan kesehatan adalah dengan konsep clinical governance yang
diperkenalkan Departemen Kesehatan Inggris (UK National Health Service/NHS)
pada tahun 1997 sebagai strategi baru untuk mencapai "First Class
Service". Tujuannya, untuk menjaga agar pelayanan kesehatan sesuai
standar pelayanan tinggi, dan dilakukan di lingkungan kerja dengan tingkat
profesionalisme tinggi.
Clinical governance dapat
diartikan sebagai sebuah kerangka dari NHS yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan mutu pelayanan secara berkelanjutan, dan menjaga standar
pelayanan yang tinggi dengan mebuat lingkungan di mana pelayanan klinis akan
berkembang. Secara implisit, clinical governance akan meningkatkan
derajat kesehatan melalui upaya klinik maksimal dan biaya paling efektif.
BAB 1
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Clinical
Governance
Clinical governance suatu kerangka
kerja organisasi yang akuntabel untuk meningkatkan kualitas layanan dan
menerapkan standar tinggi layanan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk melakukan layanan klinis. (NHS-UK Department of Health, 1998)
Clinical governance yang baik
dinilai tanggung jawabnya/akuntabilitasnya berdasarkan kinerja klinis bukan
kinerja yang lain karena ini adalah setting rumah sakit. Kalo dinilai dari
kecepatan pasien mendapat layanan misalnya, info ini belum mencakup hal-hal
klinis sehingga memaksa RS untuk akuntabel untuk mencapai high standar of
health care.
Tujuan Clinical Governance
-
-
Untuk menjamin akses yang memadai
dan high quality
-
The best care untuk semua pasien
-
Melindungi pasien dari risiko yang
tidak diharapkan
Implementasi Clinical Governance
-
Standar kualitas nasional dalam
layanan kesehatan: clinical guidelines berdasar EBM
-
Mekanisme layanan klinis dengan
standar keamanan tinggi
-
Sistem efektif dalam monitoring
implementasi (indikator klinis, sistem penilaian kinerja)
Empat Pilar Utama Clinical
Governance
Clinical governance memiliki
setidaknya 4 pilar utama, yaitu: fokus kepada pasien, manajemen kinerja dan
evaluasi klinik, manajemen resiko dan pengelolaan & peningkatan
profesionalitas (Western Australian Clinical Governance Guidelines, 2005)
Pilar 1. Nilai
pelanggan
Pilar ini
bertujuan melibatkan pelanggan dan masyarkat dalam:
- Memelihara dan
meningkatkankinerja
- Perencanaan ke
depan untuk perbaikan pelayanan rumahsakit
Contoh: melalui survey pelanggan baik, pelanggan interntal (pasien itu
sendiir) maupun external (dokter, perawat, dll). kartu jamkesmas, apa yang
diharapkan peserta? Ukurannya yang mudah dibawa, supaya tidak setiap kali
ditanya, sudah ada chipnya, sehingga memudahkan pasien dan dokter.
Upaya yang
dilakukan meliputi:
o Kepentingan
pasien
Manajemen complain, survey kebutuhan dan kepuasan pelanggan,
ketersediaan informasi yang mudah diakses masayrakat/ pasien/ keluarga, dan
keterlibatan pelanggan dalam pengambilan keputusan klinis
o Kepentingan
rumah sakit:
Keterlibatan pelanggan dalam merencanakan pengembangan pelayanan rumah
sakit ke depan.
Pilar 2.
Kinerja klniis dan evaluasi
Bertujuan untuk menjamin pengenalan yang progresif, penggunaan,
monitoring dan evaluasi standar yang berbasis evidens. Budaya untuk melakukan audit
klinis dan penliaian kinerja klinis pada tiap-tiap unit pelaynana
klinis.
Untuk dapat
melakukan audit klinis dan penilaian kinerja klinis perlu disusun:
- Standar
pelayanan klinis
- Audit klinis
- Indkator
klinis
Pilar 3.
Risiko Klinis
Pilar ini
bertujuan untuk meminimalkan risiko dan meningkatn keselamatan pasien
Aspek manajemen
risiko klinis meliputi:
-
Monitoring dan analisis kecenderungan terjadinya KTD dan insidens
-
Analisis profil risiko: analisis terhadappotensi terjadinya risiko klinis
-
Manajemen terhadap insidens dan KTD (Kejadian tidak diharapkan)
Kejadian tidak
diharapkan (KTD) = Adverse Event.
Kejadian nyaris
cedera (KNC) = Near miss
Risk cost
analysis (RCA)
Pilar 4.
Manajemen dan pengembangan professional
Pilar ini bertujuan untuk mendukung dan mendokumentasi
pengembangan profesionalisme pelaynaan klinis danmemeliharan diterapkannya
standar profesi/
Inovasi klinis dimonitor dan dikendalikan.
Standar Clinical Governance
Standar 1. Akuntabilitas Pelayanan Klinik:
Pertanyaan dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh tanggung jawab RS
dari tingkat organisasi hingga individu dalam menerapkan konsep peningkatan
mutu pelayanan klinik.
Standar 2. Kebijakan dan Strategi: Pertanyaan
dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu
pelayanan klinik telah terintegrasi dalam proses RS.
Standar 3. Struktur Organisasi: Pertanyaan dalam
standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu
pelayanan klinik telah terintegrasi dalam struktur organisasi RS.
Standar 5. Komunikasi: Pertanyaan dalam standar
ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana konsep peningkatan mutu pelayanan
klinik telah disosialisasikan kepada seluruh staf RS dan juga kepada
stakeholders dan pasien/keluarga?.
Standar 6. Pengembangan dan Pelatihan: Pertanyaan
dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana para staf, manajer dan
klinisi disediakan informasi, referensi dan pelatihan untuk mendukung mereka
menerapkan konsep peningkatan mutu pelayanan klinik.
Standar 7. Pengukuran Efektifitas: Pertanyaan
dalam standar ini diajukan untuk mengetahui sejauh mana indikator kinerja kunci
telah dikembangkan dan digunakan untuk setiap level organisasi RS untuk menilai
dan menunjukan efektifitas dari penerapan konsep peningkatan mutu pelayanan
klinik.
Indikator Kinerja
Organization performance merupakan proses yang
dijalankan dan hasil yang didapat oleh organisasi dalam melakukan layanan
kepada pelanggan (Fitzpatrick, 1994). Standar dan indikator tersebut meliputi :
·
Standar kinerja: tingkatan yang diharapkan dari suatu kinerja
·
Indikator kinerja : indikator untuk mengukur pencapaian tingkatan kinerja
·
Indikator dapat diperoleh dari kriteria struktur, proses dan outcome
Tujuan
mengukur indikator kinerja adalah untuk mengetahui :
·
Keamanan
·
Tanda adanya masalah
·
Menilai apakah proses sesuai standar
·
Menilai keberhasilan
·
Agar tidak melanggar aturan
·
Mencari peluang perbaikan
·
Menilai apa dampak dari suatu intervensi
·
Untuk membandingkan (benchmarking)
Tiap-tiap
indikator mempunyai tujuan untuk menganti intuisi menjadi fakta
Indikator Klinis
Indikator klinis adalah suatu pengukuran yang mengukur
layanan klinis sebagai tanda potensial adanya masalah dan kemungkinan
peningkatan jasa layanan klinis dengan membandingkan indikator-indikator
klinis. Banyak indikator klinis yang telah diterbitkan seperti : AHRQ (Agency
for Healthcare Research and Quality), WHO-PATH (Performance Assessment Tool for
quality improvement in Hospital), ACHS (Australian Council on Healthcare
Standards), Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Depkes Indonesia, dsb.
Macam Indikator Klinis
1. Sentinnel event indikators
Suatu kejadian atau fenomena yang
istimewa, biasanya merupakan kejadian yang tidak dikehendaki dan jarang
terjadi, sehingga memicu penyelidikan lebih lanjut. Contoh: kematian ibu,
bayi/anak terjatuh dari bed, infeksi nosokomial, operasi salah sisi
2. Rate-based indikator: Proportion
atau Rate
Berbeda dengan sentinel event,
rate-based indikator menunjukkan proses atau outcome suatu kejadian yang sering
terjadi. Contoh: prosentase pasien yang melahirkan dengan SC dari total
persalinan, prosentase pasien rawat inap dengan dekubitus dari total pasien
yang dirawat inap >5 hari, prosentase bayi lahir hidup dengan berat lahir
<2500 gr dari seluruh kelahiran hidup, prosentase ibu bersalin yang kembali
dirawat inap 14 hari setelah persalinan dari seluruh persalinan dsb.
Pemilihan Indikator Klinis
• Prioritas
tinggi
• Sederhana
• Mulai
dengan sedikit indikator
• Data
tersedia
• Ditingkatkan
secara bertahap
• Dampak
terhadap pengguna dan pelayanan
•
Mengukur berbagai dimensi mutu
Tingkatan Indikator Klinis
-
Tingkat RS -> infeksi
nosokomial, dekubitus, penggunaan antibiotic, dehisensi, readmisi
-
Tingkat pelayanan -> SC dari
total pelayanan, kelengkapan imunisasi pada bayi yang diperiksakan ke unit
pediatric, breast-feeding at discharge.
Tujuan Indikator Klinis
Indikator
kinerja klinis -> ditetapkan, diukur, dianalisis -> memperbaiki
kinerja klinis institusi pelayanan kesehatan.Untuk memimplementasikan kerangka
tersebut, NHS menggarisbawahi tiga aspek penting di di dalam clinical
governance, antara lain :
- Kualitas berstandar nasional, berlaku bagi seluruh organisasi kesehatan (rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi) di dalam memberikan pelayanan. Standar dan garis pedomanan (guidelines) yang dipakai berdasarkan dari evidence-based medicine dan disosialisasikan melalui badan pemerintah pada tingkat nasional.
- Mekanisme untuk menjaga standar pelayanan yang tinggi, seperti memastikan life-long learning dan regulasi profesi yang sesusai supaya menciptakan sebuah atmosfer yang kondusif dalam peningkatan pelayanan medis.
- Sistem yang efektif untuk memantau implementasi kerangka tersebut, seperti tolak ukur dari indikator klinis dan penilaian kerja sistem
Merujuk
kepada kerangka clinical governance di atas, setiap organisasi kesehatan
harus mengadakan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan medis yang
diberikan kepada pasien. Dalam perspektif ini, evaluasi pertanggungjawaban (accountability)
terutama dianalisis melalui penilaian kerja (clinical perfomance). Ada
beberapa pendekatan yang berbeda di dalam mengevaluasi penilaian kerja, seperti
clinical audit, clinical indicators, verbal autopsy, facility-based
review dan confidential enquiries.
Clinical
audit bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada pasien dan hasil klinis(clinical outcome) melalui tinjuan secara
berkelompok (peer-led review) terhadapap evidence-based standard
dan memimplementasikan perubahan jika dibutuhkan. Clinical audit mempunyai
dua prinsip utama, yaitu:
- Komitmen untuk lebih baik
- Penerimaan konsep praktek terbaik atau evidence-based practice oleh para dokter.
National Institute of Clinical
Excellence Inggris (NICE, 2002) mendefiniskan lima tahap
di dalam melakukan clinical audit:
- Tahap 1 : Mempersiapkan untuk audit
- Tahap 2 : Memilih kriteria
- Tahap 3 : Melakukan penilaian
- Tahap 4 : Melakukan perubahan
- Tahap 5 : Menjaga peningkatan (sustaining improvement)
Akhir kata,
clinical governance harus dikembangkan sebagai kebutuhan, bukan
kewajiban. Selain untuk melindungi pasien dari tindakan medik yang bisa
merugikan, juga untuk menjaga agar dokter dan petugas kesehatan bersikap
profesional, selalu mengup-date ilmu dan kemampuan klinik, dan punya
perencanaan kinerja memadai.
Tujuan
Menjamin bahwa pasien memperoleh the
best quality of clnical care.
Semua ini haru sberdasarkan patient
focus dengna 4 pilar clinical governance:
1. Consumer value
2. Clinical performance &
evaluation
3. Clinical risk
4. Profesional development and
management
Dengan clinical governance
diharapkan dapat menjadi clinical effectiveness (6 elemen clinical
effectiveness):
1. Cost effectiveness
2. Critical appraisal
3. Clinical guidelines
4. Evidence
based practice
5. Integrated pathway
6. Good practice idea and
innovation
mba maaf boleh tanya, ini sumbernya dari mana ya? terimakasih
BalasHapus